Summary of Let's Eat History - The Roman Banquet

Pada jaman Romawi Kuno, tempat perbelanjaan bahan pangan maupun makanan siap saji terdapat di setiap sudut jalanan Roma. Para pembeli yang ahli menilai kualitas makanan biasanya memiliki kebiasaan untuk mencium aroma dari sayuran, rempah, ataupun daging yang akan dibelinya. Makanan siap saji yang dijual tersebut bisa dimakan langsung dimakan di tempat (dine in) ataupun dibungkus )take away). Kaum bangsawan umumnya tidak memiliki ruang dapur di dalam rumahnya karena mereka tidak mementingkan darimana asal makanan mereka dipersiapkan melainkan hanya siap menerima makanan yang disajikan pelayannya saja.
Orang-orang Roma sering melakukan stuffing daging cincang ke dalam tubuh hewan utuh, seperti kelinci, burung, dan lain sebagainya. Selain itu mereka juga lebih menyukai daging yang dimasak dengan cara dipanggang karena dinilai lebih dapat memberikan cita rasa manis.
Mengadakan pesta pora merupakan salah satu cara orang Roma menghabiskan waktu makan mereka. Selain itu biasanya mereka menyantap makanan dengan cara bersandar di bangku dengan satu siku sebagai penopangnya.
2Ruang makan biasanya hanya dimiliki oleh orang Roma kelas atas. Ruang makan tersebut dianggap sebagai simbol dunia atau alam semesta yang memiliki tiga bagian, yaitu plafon yang menggambarkan dunia para dewa, meja, dan pelayan yang menyajikan makanan menggambarkan bumi.
Menu makanan orang Romawi kuno pada dasarnya hampir sama dengan menu makanan kita saat ini, namun sayangnya kandungan makanan mereka selalu rendah protein. Bahan makanan maupun rempah-rempah yang mereka gunakan berasal dari India Selatan.
Orang-orang Roma memiliki kebiasaan sarapan tepat setelah mereka terbangun dan menunya selalu konsisten tidak jauh dari roti keju yang dilengkapi dengan madu atau olive oil dan terkadang ditambahkan sedikit buah-buahan sebagai makanan pendamping. Makanan-makanan tersebut akan dijadikan menu makan mereka hingga matahari terbenam. Sementara saat dinner mereka baru akan menyantap makanan berat. Jenis makanan yang disajikan dalam kondisi panas biasanya berupa hot cereal dan beberapa daging rebus.
Makanan yang hanya diolah dengan cara perebusan merupakan jenis masakan yang sederhana. Orang Yunani menilai orang Roma sebagai travelers yang baik dimana pada setiap 60 km orang Roma akan membangun jalur penghubung antara suatu daerah dengan yang lainnya. Misalnya jembatan Colossal yang menghubungkan Roma dengan daerah Eropa barat, hal ini dilakukan supaya orang-orang Roma yang berjalan kaki atau berkuda ke daerah tersebut dapat beristirahat untuk menikmati makanannya berupa roti yang fresh.  Di kerajaan Roma, tidak ada keluarga yang dapat mengonsumsi pancake sesuka hati. Roti atau pancake tersebut menjadi tool yang paling menentukan dalam hal kebijakan sosial. Bagi masyarakat miskin, mereka dapat menerima dua buah roti per harinya, sedangkan ketika kerajaan merayakan terpilihnya pemimpin baru maka seluruh rakyatnya diperbolehkan untuk memakan roti maupun wine dengan ratio dua kali lebih banyak.
First century BC provinsi sekitar Roma menjadi eksporter wine terbesar di seluruh dunia. Tetapi dua centuries kemudian kondisi berubah dimana Roma tidak lagi menjadi eksporter wine melainkan importer wine.
Orang Roma lebih menyukai anggur merah dibandingkan anggur putih. Proses pembuatan wine masih dilakukan secara manual yaitu anggur yang diinjak-injak kaki kemudian nektarnya dipress dengan pulleys. Selanjutnya sari buah di vinified atau aromatiied dengan madu atau air garam
Di Roma, cara menyambut dan menghibur para tamunya dapat ditunjukkan melalui kualitas dan kelimpahan makanan yang disajikannya.
Orang-orang Roma termasuk pencinta ikan, hal ini kemungkinan karena mereka dekat dengan laut dan memiliki armada kapal sehingga memudahkan mereka untuk menyuplai ikan. Tidak sedikit dari mereka yang tidak membudidayakan ikan tersebut. Orang Roma juga memiliki kebiasaan untuk tidak pernah membuang bagian apapun dari ikan. Kepala ataupun jeroan ikan yang terkadang berbau busuk pun akan dipress dan di filter untuk membuat skyrim yaitu saus yang terbuat dari ikan.
Buah ara merupakan salah satu bahan pangan favorit yang sering ditemukan di meja makan orang Roma karena buah tersebut memiliki perpaduan rasa yang manis dan asin. Buah ara tersebut dapat dikonsumsi saat masih segar ataupun melalui proses pengeringan terlebih dahulu.
Selama di masa training, para budak boleh mengonsumsi buncis dengan keju sesuai dengan berat bdan dan program trainingnya. Mereka diperlakukan layaknya seorang altet yang harus makan makanan rendah gula sehingga tidak diperbolehkan untuk makan pasta melainkan sereal, tidak diijinkan minum wine melainkan hanya air yang tidak dingin karena air dingin dianggap dapat membuat mereka mudah lelah dengan pernapasannya singkat.
Proses penekanan, penghancuran, pemurnian, dan darimana buah zaitun itu tumbuh dapat memengaruhi tingkat kualitas dari minyak yang dihasilkannya. Orang Roma pada mulanya tidak menerapkan budaya penggunaan minyak zaitun pada makanannya, mereka hanya menggunakan minyak tersebut untuk pencahayaan saja. Tetapi seiring waktu orang Roma mengadopsi budaya orang Mediterania yang mengonsumsi olive oil pada makanannya.
Orang roma sering membudidayakan beberapa tanaman aromatik seperti mint, bawang putih, ketumbar, seledri, jinten, atau daun salam untuk memberikan flavor pada masakan yang di stuffing dengan daging cincang. Selain beberapa tanaman aromatik tersebut, bahan yang dijadikan kondimen lainnya adalah madu, minyak zaitun, dan sari anggur yang terkonsentrasi. Sebelum disajikan makanan tersebut biasanya ditaburkan dengan rose petals. Masakan ini menjadi tanda atau ciri khas dari masakan orang Romawi kuno yang selalu memadukan rasa asin dan manis pada makanannya.

Komentar

Postingan Populer