SUMMARY
Food Practices and Social Inequality Chapter 3 “Making the Most of Less: Food Budget Restraint In A Scandinavian Welfare Society” by Nielsen, A., dan Holm, L. 2016
Krisis merupakan situasi terjadinya suatu kesulitan yang akan menimbulkan perubahan baik positif maupun negatif. Adanya krisis ekonomi pada negara Denmark (Skandinavia) di tahun 2008, seperti pemotongan gaji dan pemberhentian pegawai seketika, diyakini dapat mengakibatkan terjadinya perubahan sikap oleh masyarakat. Krisis ekonomi menyerang semua golongan, namun golongan yang paling merasakan dampaknya adalah golongan ekonomi menengah ke bawah. Masyarakat golongan tersebut umumnya akan mengurangi biaya pengeluaran mereka agar dapat menyesuaikan dengan krisis yang dihadapi. Salah satu pengeluaran rumah tangga yang dapat secara fleksibel dibatasi adalah pengeluaran untuk konsumsi makanan. Studi kualitatif ini dilakukan untuk melihat perbedaan pengalaman dan praktik masyarakat dalam mengelola dan memenuhi konsumsi pangan sehari-hari ketika menghadapi hambatan berupa keterbatasan anggaran rumah tangga.
Terdapat dua istilah yang dapat menggambarkan tingkat kebebasan seseorang dalam menentukan sebuah pilihan, yaitu “t ourist ”(turis) dan “vagabond” (gelandangan atau penggangguran). Istilah “tourist ” menggambarkan seseorang yang berada pada kelas atas yang memiliki kebebasan untuk mencari pengalaman baru dan kesenangan baru sesuai dengan keinginannya. Sementara istilah “vagabond” ini lebih menggambarkan seseorang pada kelas bawah atau kelas pekerja yang tingkat kebebasannya ditentukan oleh kondisi lingkungan sekitarnya. Kebebasan konsumen dalam kondisi aman memiliki potensi yang baik dalam mendukung integritas sosial, tindakan moral, dan kreativitas seseorang. Namun sebaliknya jika kebebasan konsumen tersebut berada dalam kondisi tidak aman maka rasa kepercayaan diri dan kepercayaan kepada orang lain akan rusak.
Definisi kesejahteraan bagi masyarakat Denmark sama dengan masyarakat seluruh dunia pada umumnya. Setiap orang memiliki hak yang sama untuk hidup dengan sejahtera, meskipun tidak memiliki pekerjaan, masih menempuh pendidikan, sudah berkeluarga, maupun sudah pensiun. Tingkat kesejahteraan di Denmark telah mengalami perubahan sejak 25 tahun terakhir. Perubahan ini dipicu oleh krisis finansial yang terjadi pada tahun 2008. Krisis finansial menyebabkan kesejahteraan masyarakat Denmark menurun secara signifikan. Tingkat pengangguran pada tahun 2008 sampai 2013 meningkat dari 3,5% menjadi 7,1%. Upah standar pun mengalami penurunan sebanyak 5,5% dari tahun 2007 sampai 2012.
Wawancara dilakukan pada 30 responden yang terdiri dari 22 wanita dan 8 pria. Responden dalam wawancara merupakan orang yang telah mengurangi pengeluaran untuk makanan paling tidak selama satu tahun terakhir. Karakteristik responden yang diwawancara adalah sebagai berikut:
- Tingkat pendapatan tinggi, menengah, dan rendah
- Tingkat pendidikan tinggi dan rendah
- Lajang, pasangan tanpa atau memiliki anak, dan orang tua tunggal
- Berasal dari daerah dengan pendapatan rendah dan daerah yang sudah maju
Wawancara dilakukan selama 1,5 sampai 2,5 jam. Setiap responden diminta untuk menceritakan keadaan ekonomi dan penyebab terjadinya perubahan ekonomi tersebut. Responden diminta untuk menjelaskan secara lengkap mengenai bagaimana perubahan anggaran mempengaruhi kebiasaan berbelanja, memasak, menyimpan, dan mengonsumsi makanan. Setiap responden yang berpartisipasi akan mendapatkan 350 Dkr (55 US Dollar).
1. Secure and insecure contexts for food budget restraints
Peningkatan harga pangan menjadi salah satu hal umum yang melatarbelakangi seseorang untuk membatasi biaya pengeluarannya untuk konsumsi makanan. Namun, pembatasan pengeluaran untuk konsumsi makanan ini terkadang terjadi secara terkendali maupun tidak terkendali tergantung pada kondisi lingkungan dan ekonomi seseorang. Perubahan tersebut perlu didiskusikan melalui proses wawancara kepada beberapa responden untuk menggambarkan kondisi pengendalian seseorang apakah tergolong aman atau tidak aman dalam menerapkan pembatasan biaya untuk pangan.
Kondisi aman tercermin pada pengalaman beberapa responden yang menyatakan dirinya tidak mengalami perubahan negatif dalam kehidupannya selama menerapkan pembatasan biaya untuk makanan. Responden biasanya mengaitkan pembatasan biaya untuk makanan dengan peningkatan biaya untuk kebutuhan lain yang disengaja, seperti pembelian mobil baru, rumah baru, tabungan untuk perjalanan jauh, rencana pendidikan, dan lain sebagainya. Dengan membatasi biaya untuk konsumsi makanan, responden merasa lebih dapat mengendalikan budget yang dimilikinya dan merencanakan atau memprioritaskan biaya pengeluaran untuk kebutuhan lain yang mendesak. Sementara itu, kondisi pengendalian yang tidak aman dapat tercermin pada pengalaman responden yang menerapkan pembatasan biaya untuk makanan secara mendadak akibat terjadinya perubahan dalam hidup yang tidak disengaja, seperti kehilangan pekerjaan, penyakit berkepanjangan, perceraian, pemotongan upah, dan lain sebagainya Pada kasus ini, responden masuk dalam kriteria seseorang yang tidak memiliki kepastian untuk melakukan perubahan positif dalam kehidupannya.
2. Vagabondic and touristic paths to food budget restraints - push and pull processes
Terdapat dua istilah dalam hal pembatasan anggaran makanan, yaitu “ vagabondic ” dan “ touristic ”. Istilah “ vagabondic ” mengacu pada keadaan/situasi perubahan konsumsi makanan akibat adanya push forces atau keterpaksaan. Kondisi “ vagabondic ” membuat konsumen memilih produk yang lebih murah atau tidak sama sekali, bergantung pada keberuntungan atau kesabaran untuk menunggu produk yang disukai turun harga. “ Vagabondic ” terbentuk karena adanya rasa membutuhkan atau kebutuhan untuk memiliki produk tersebut.
Istilah “ touristic ” mengacu pada kasus dan pengalaman seseorang dalam mengonsumsi makanan akibat adanya pull forces atau rasa keinginan dari diri sendiri. Kebalikan dari “ vagabondic ”, “ touristic ” melibatkan kemungkinan untuk memilih produk alternatif yang lebih murah atau lebih mahal. Istilah “t ouristic ” terbentuk karena adanya kemungkinan baru saat mengeksplorasi situasi dimana seseorang mendapat kesenangan baru, dapat menghemat uang, dan menemukan peluang yang menarik. Kaum “ touristic ” mendasarkan rasa keinginan akan suatu produk, bukan kebutuhan seperti kaum “ vagabondic ”.
3. Saving money through new cooking and storing practices
Mayoritas dari masyarakat yang diwawancarai berusaha untuk menghemat uang mereka dengan membeli bahan-bahan keperluan konsumsi dengan harga rendah, mengurangi sampah makanan, dan melakukan penyimpanan makanan secara maksimal. Perilaku tersebut menunjukkan adanya praktik baru oleh masyarakat dalam menyesuaikan situasi kehidupan sehari-hari. Di satu sisi, praktik baru tersebut dianggap sebagai perilaku yang terbentuk akibat adanya keterpaksaan sehingga mengurangi kepuasan diri (menurut pandangan kaum “ vagabondic ”). Contohnya, perilaku menghemat uang dalam membeli bahan makanan diartikan sebagai membeli bahan yang lebih sedikit, lebih murah, dan tidak bergizi sehingga tidak lagi menghasilkan kepuasan diri. Contoh lainnya adalah kegiatan menyimpan makanan secara maksimal diartikan sebagai konsumsi makanan yang terbatas dan tidak dalam kondisi yang segar dan menyehatkan. Namun di sisi lain, perilaku menghemat yang diutarakan sebelumnya dapat menjadikan masyarakat lebih kreatif, bernilai positif, dan dapat bermanfaat bagi masyarakat lainnya (menurut pandangan kaum “ touristic ”. Contohnya, pemanfaatan limbah makanan menjadi suatu makanan baru yang memiliki nilai jual yang baik.
4. Individual and social implications of food budget restraint
Dampak pembatasan anggaran makanan dirasakan oleh orang tua yang sudah memiliki karena mereka merasa gagal untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Para “ vagabondic ” menganggap apabila tidak dapat memiliki produk yang disukai maka tingkat konsumsi akan berkurang, sehingga sama artinya dengan tidak dapat berperan penuh dalam kehidupan sosial. Kaum “ touristic ” mengartikan bahwa memasuki suatu hubungan adalah melalui pilihan karena mereka berkontribusi secara positif dalam merasa suatu kepuasan, kesenangan, dan pengembangan diri. Masalah pembatasan anggaran makanan memberi pengaruh positif bagi kehidupan kaum “ touristic ”, seperti mengikuti acara makan bersama di gereja, berteman dekat dengan penjual produk.
● Diskusi
Berdasarkan adanya perubahan ekonomi dan lingkungan secara global, perubahan konsumsi pangan merupakan isu yang paling banyak dibicarakan di masyarakat. Kasus ini dapat dilihat melalui dua sudut pandang, yaitu menjamin kesehatan dan keberlanjutan hidup serta kebutuhan untuk menekan biaya atau anggaran rumah tangga.
Wawancara dilakukan kepada beberapa kelas sosio-ekonomi yang berbeda untuk mengetahui mengenai bagaimana pengalaman dan praktik mereka dalam menghadapi kendala anggaran makan dengan berbeda sudut pandang, yaitu berkisar dari dorongan pengembangan diri dan kreativitas, keterlibatan dalam tantangan global, menurunnya kualitas hidup terkait dengan permasalahan pangan, dan adanya rasa ketidakmampuan diri untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Perbedaan antara “ touristic ” dengan “ vagabondic ” dalam mengurangi anggaran makanan seringkali memiliki dampak keputusan yang sama, misalnya pemilihan alternatif diskon, peningkatan pemanfaatan produk pangan di tingkat rumah tangga (berdasarkan perspektif lingkungan), yaitu mengembangkan produksi makanan pada level rumah tangga dan pengurangan limbah rumah tangga.
Aturan dan upaya untuk mengubah praktik konsumsi makanan pada masyarakat merupakan hal penting. Menurut Bauman, cara “ touristic ” dan “ vagabondic ” dalam mengatur anggaran makan bukanlah suatu pilihan dari diri sendiri, melainkan bergantung pada kondisi dan situasi kehidupan orang tersebut. Oleh karena itu, bagi orang yang kurang atau tidak memiliki pengalaman “ touristic ” tidak akan terpengaruh pada hal-hal seperti pentingnya pendidikan mengenai strategi memasak makanan sehat, keberlanjutan, dan hemat.
Bauman sendiri pernah dikritik karena kurangnya landasan empiris dalam analisisnya, dan secara spesifik pernah dikatakan bahwa kondisi yang digambarkan oleh Bauman tidak sesuai dengan budaya sosial di negara barat, bahkan di negara Skandinavia sekalipun.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan, menunjukkan beberapa kesamaan dengan pemikiran Bauman mengenai faktor yang mempengaruhi kondisi hidup yang tidak aman, contohnya: kondisi kerja yang berfluktuasi, perkembangan harga yang tidak terkendali dan tidak transparan. Selain itu terdapat beberapa faktor yang mendorong seseorang mengalami kondisi hidup yang aman: yaitu memperoleh kesempatan, manfaat sebagai pengangguran, jaminan kesehatan dari pemerintah, prospek dari anak-anak yang meninggalkan rumah dan memilih pendidikan yang didanai negara (dan digaji), serta pilihan untuk mencairkan dana pensiun.
Bauman dikritik karena tidak mengenal kelas sosial. Istilah "t ouristic " dan " vagabondic "dalam analisis ini hanyalah ungkapan dari berbagai kondisi kelas yang berbeda dan merupakan orientasi stabil yang mencerminkan perbedaan antara "rasa kebutuhan" dan "rasa mewah (atau kebebasan)". Meskipun narasumber telah dipilih berdasarkan kelas sosio-ekonomi yang berbeda, analisis menunjukkan bahwa “ touristic ” dan “ vagabondic ” tidak berhubungan dengan perbedaan sosio-ekonomi.
Tujuan dari penelitian ini bukan untuk mengidentifikasikan praktik atau pengalaman “ underclass ” berdasarkan definisi Bauman, tetapi untuk menganalisis pengalaman dan reaksi terhadap kendala anggaran makan pada populasi yang luas. Sehingga dapat dikatakan bahwa analogi mengenai “ vagabonds ” dan “ tourist ” terbagi berdasarkan preferensi selera, rasa, atau tingkat kesukaan.
Analisis dari negara-negara maju Skandinavia ini dapat diterapkan pada diskusi adanya pengurangan anggaran pangan di negara lain (dengan menyesuaikan konteks tertentu). Dari penelitian ini, dapat digaris bawahi bahwa untuk mendorong penerapan hidup sehat dan keberlanjutan sosial dalam masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan serta memperkuat inisiatif masyarakat dalam menghadapi pengurangan anggaran.
Komentar
Posting Komentar