Budaya Makanan "Ronde"

Ronde dengan onde-onde apakah kedua makanan tersebut sama? Mungkin sebagian masyarakat Indonesia yang kurang paham mengenai kedua makanan tersebut akan beranggapan bahwa keduanya sama.
Tentu apabila kita perhatikan dari bentuk fisiknya, keduanya terlihat jelas berbeda. Dimana onde-onde adalah kue goreng yang berisi kacang hijau dengan taburan biji wijen di permukaannya, selain itu kue ini dapat ditemukan setiap saat dalam pasar tradisional karena makanan ini merupakan salah satu bentuk budaya asli Indonesia. Sedangkan ronde adalah makanan yang biasa dihidangkan bersama dengan kuah jahe dan mengandung makna dalam tradisi perayaan bagi masyarakat Tionghoa yang mana termasuk salah satu hasil asimilasi budaya. Masyarakat Indonesia kerap kali mengenal minuman ronde dengan sebutan "wedang ronde" yang sangat kental dengan aksen atau bahasa Jawa. Sehingga banyak masyarakat awam yang mengira bahwa minuman tersebut merupakan makanan khas Jawa padahal sebenarnya hasil asimilasi dari budaya Tionghoa.
Di China, perayaan onde merupakan perayaan rutin yang dilakukan pada bulan Desember tepatnya pada tanggal 21 dan 22 untuk merayakan puncak musim dingin. Perayaan ini sudah ada sejak Dinasti Han (206 SM - 220 M). dan pada zaman Dinasti Song (1127-1152 M) perayaan onde ini dilakukan dengan sembahyang arwah leluhur. Biasanya perayaan ini hanya dilakukan oleh keluarga untuk berkumpul bersama, membuat onde, menikmati onde, dan berdoa bersama.
Secara fisik, onde ini berbentuk bulat yang bermakna keutuhan, persatuan, harmonisasi keluarga, dan keseimbangan alam (Yin dan Yang). Kemudian karena onde ini terbuat dari tepung ketan, maka dapat dimaknai sebagai lambang ikatan persaudaraan yang erat dan air gula manis dimaknai sebagai lambang manisnya hubungan antar keluarga.
Uniknya, saat memakan onde ini biasanya seseorang akan menyesuaikan jumlah ondenya dengan usianya saat itu dengan menambahkan satu buah, hal ini dimaknai sebagai lambang pengharapan bertambahnya usia orang tersebut. Kemudian, onde ini juga dipercaya dapat menjadi petunjuk jenis kelamin anak yang sedang dikandung, dimana ketika onde dibakar lalu pecah maka menandakan bahwa bayi berjenis kelamin perempuan, sebaliknya jika onde yang dibakar tidak pecah atau tetap utuh maka bayi berjenis kelamin laki-laki.
Di China, perayaan onde merupakan perayaan rutin yang dilakukan pada bulan Desember tepatnya pada tanggal 21 dan 22 untuk merayakan puncak musim dingin. Perayaan ini sudah ada sejak Dinasti Han (206 SM - 220 M). dan pada zaman Dinasti Song (1127-1152 M) perayaan onde ini dilakukan dengan sembahyang arwah leluhur. Biasanya perayaan ini hanya dilakukan oleh keluarga untuk berkumpul bersama, membuat onde, menikmati onde, dan berdoa bersama.
Secara fisik, onde ini berbentuk bulat yang bermakna keutuhan, persatuan, harmonisasi keluarga, dan keseimbangan alam (Yin dan Yang). Kemudian karena onde ini terbuat dari tepung ketan, maka dapat dimaknai sebagai lambang ikatan persaudaraan yang erat dan air gula manis dimaknai sebagai lambang manisnya hubungan antar keluarga.
Uniknya, saat memakan onde ini biasanya seseorang akan menyesuaikan jumlah ondenya dengan usianya saat itu dengan menambahkan satu buah, hal ini dimaknai sebagai lambang pengharapan bertambahnya usia orang tersebut. Kemudian, onde ini juga dipercaya dapat menjadi petunjuk jenis kelamin anak yang sedang dikandung, dimana ketika onde dibakar lalu pecah maka menandakan bahwa bayi berjenis kelamin perempuan, sebaliknya jika onde yang dibakar tidak pecah atau tetap utuh maka bayi berjenis kelamin laki-laki.
Terlepas sebagai perayaan musim dingin, onde ini juga bisa dihidangkan di rumah keluarga mempelai wanita sebelum meninggalkan rumah orang tuanya. Selain itu onde juga biasanya dibuat oleh mereka yang sedang berduka atau kehilangan anggota keluarga yang di tuakan dalam keluarga inti selama 3 tahun.
Komentar
Posting Komentar